Kelompok adalah sekelompok orang
yang dipersepsikan terikat satu sama lain dalam sebuah unit yang koheren pada
derajat tertentu.
Psikolog sosial menyebut
karakteristik kelompok yang seperti ini sebagai entiativity yaitu derajat di
mana suatu kelompok dipersepsikan sebagai satu kesatuan koheren (Campbell,
1958). Entiativity sangat bervariasi
berkisar dari hanya sekumpulan orang yang kebetulan berada pada tempat yang
sama dalam waktu yang sama tetapi memiliki sedikit atau tidak ada hubungan satu
sama lain, sehingga kelompok yang sangat intim seperti keluarga atau kekasih
kita.
Semakin tinggi derajat kelompok,
semakin mereka dilihat sebagai kelompok yang koheren. Penemuan lain
mengindikasi bahwa empat tipe kelompok yang berbeda muncul dari usaha
partisipan untuk membagi kelompok ke dalam kategori-kategori : kelompok intim (keluarga, sepasang
kekasih), kelompok berorientasi tugas
(misalnya, komite, kelompok kerja), kategori
sosial (wanita, orang-orang Amerika) dan hubungan atau asosiasi sosial yang lemah (misalnya,
orang yang hidup dalam lingkungan yang sama, orang yang menikmati musik
klasik).
Kelompok mempengaruhi
anggota-anggotanya dalam banyak cara, tetapi derajat seperti itu sering kali
dihasilkan melalui peran, status, norma dan kohesivitas.
Peran adalah suatu set perilaku
yang diharapkan dilakukan oleh individu yang memiliki posisi spesifik dalam suatu
kelompok.
Peran dapat membantu memperjelas
tanggungjawab dan kewajiban anggota-anggotanya. Namun demikian, peran juga
punya sisi buruk, anggota kelomok kadang-kadang mengalami konflik peran stres
yang berasal dari fakta bahwa dua peran yang dimainkan bertentangan satu sama
lain.
Status adalah posisi atau
tingkatan dalam sebuah kelompok. Sedangkan norma adalah peraturan di dalam
suatu kelompok yang mengindikasikan bagaimana anggota-anggota seharusnya atau
tidak seharusnnya bertingkah laku.
Kohesivitas adalah semua
kekuatan (faktor-faktor) yang menyebabkan anggota kelompok bertahan dalam
kelompok.
Beberapa faktor mempengaruhi
kohesivitas: termasuk I) status di dalam kelompok kohesivitas sering kali lebih
tinggi pada diri anggota dengan status yang tinggi daripada yang rendah 2)
usaha yang dibutuhkan untuk masuk ke dalam kelompok makin besar usaha, makin
tinggi kohesivitas; 3) keberadaan ancaman eksternal atau kompetisi yang kuat
ancaman seperti itu meningkatkan ketertarikan dan komitmen anggota pada kelompok
4) ukuran kelompok kecil cenderung untuk lebih kohesif daripada yang besar.
Fasilitasi sosial adalah dampak
terhadap kinerja yang berasal dari kehadiran orang lain.karena tampak bahwa
ketika orang lain hadir kinerja meningkat, kadang-kadang kehadiran orang lain
akan memfasilitasi kinerja tugas tapi kadang-kadang mengurangi kinerja.
Ketika keterangsangan
meningkat, kecendrungan kita untuk
menunjukkan respons dominan yaitu respon yang paling mungkin muncul dalam
situasi tersebut juga meningkat. Respon dominan seperti itu selanjutnya bisa
saja tepat atau tidak tepat jika demikian halnya maka dapat dirunut secara
logis bahwa bilamana kehadiran orang lain meningkatkan keterangsangan, faktor
ini memperbaiki kinerja ketika respon dominan yang muncul adalah respon yang
tepat, tetapi dapat memperburuk kinerja ketika respon dominan yang muncul
adalah respon yang tidak tepat.
Teori dorongan atas fasilitasi
sosial merupakan suatu teori yang menyatakan bahwa dengan kehadiran orang lain
saja dapat menimbulkan keterangsangan dan meningkatkan kecendrungan untuk
menunjukkan respon dominan.
Teori distraksi konflik
menyatakan bahwa kehadiran orang lain memunculkan kecendrungan yang saling
bertentangan antara berfokus pada tugas yang sedang dilakukan dan pada penonton
atau rekan. Hal ini dapat menyebabkan baik peningkatan keterangsangan maupun
fokus perhatian yang menyempit.
Additive tasks merupakan tugas
dimana hasil kelompok merupakan penjumlahan atau kombinasi dari usaha-usaha
anggota individual.
Sedangkan social loafing adalah
pengurangan dari motivasi dan usaha ketika individu bekerja secara kolektif
dalam kelompok dibandingkan ketika mereka bekerja sendiri atau sebagai rekan
yang independen
Model usaha kolektif (collective
effort model/CEM) merupakan penjelasan mengenai social loafing yang
mengungkapkan bahwa hubungan yang dipersepsikan antara usaha individu dan hasil
lebih lemah ketika mereka bekerja bersama dengan orang lain dalam sebuah
kelompok. Hal ini kemudian menghasilkan kecendrungan munculnya social loafing.
Social loafing dapat dipahami
dengan cara memperluas teori dasar atas motivasi individual / expectance
valence theory pada situasi yang melibatkan kinerja kelompok. expectance
valence theory menyebutkan bahwa individu akan bekerja pada tugas yang
diberikan hanya jika kondisi-kondisi berikut ini terpenuhi : 1) mereka percaya
bahwa bekerja keras akan menghasilkan kinerja yang lebih baik
(pengharapan/expectancy) 2) mereka percaya bahwa kinerja yang lebih baik akan
dilakukan dan dihargai (instrumentalitas/instrumentality), serta 3) penghargaan
yang diperoleh adalah sesuatu yang mereka anggap berharga dari diinginkan
(valensi/valence).
Social loafing dapat dikurangi
dengan beberapa cara dengan membuat hasil akhir teridentifikasi secara
individual, dengan meningkatkan komitmen pada tugas dan meningkatkan perasaan
bahwa tugas tersebut penting, serta dengan meyakinkan bahwa kontribusi dari
setiap anggota pada tugas adalah unik.
Kerja sama merupakan perilaku
dimana kelompok bekerja bersama-sama untuk mendapatkan tujuan yang sama.
Konflik adalah suatu proses
dimana individu atau kelompok mempersepsikan bahwa orang lain telah atau akan
segera mengambil tindakan yang tidak sejalan dengan kepentingan pribadi mereka.
Namun kerja sama tidak tercipta
dalam banyak situasi di mana sebenarnya hal tersebut memungkinkan suatu alasan
mengapa ini terjadi adalah karena situasi seperti ini sering kali melibatkan
dilema sosial dimana individu dapat meningkatkan keuntungan pribadinya dengan
tidak bekerja sama.
Beberapa faktor mempengaruhi ada
tidaknya kerja sama dalam situasi seperti itu meliputi kecendrungan yang kuat
pada prinsip timbal balik, orientasi pribadi terhadap kerja sama, dan
komunikasi.
Timbal balik adalah aturan
mendasar dari kehidupan sosial bahwa individu cenderung memperlakukan orang
lain sebagaimana orang-orang tersebut telah memperlakukan mereka..
Psikolog evolusioner menyatakan
bahwa kecendrungan kita untuk melakukan timbal balik berasal dari fakta bahwa
organisme yang bekerja sama lebih cenderung bertahan hidup dan bereproduksi
daripada organisme yang tidak bekerja sama.
Efek diskontinuitas merujuk pada
fakta bahwa kelompok lebih cenderung untuk berkompetensi satu sama lain
daripada individu. Singkat kata, kerja sama antarkelompok lebih sulit diperoleh
daripada kerja sama antar anggota kelompok.
Konflik adalah proses yang
terjadi ketika individu atau kelompok mempersepsikan bahwa kepentingan orang
lain tidak sejalan dengan kepentingan pribadi mereka.
Konflik juga dapat muncul dari
faktor-faktor sosial seperti atribusi yang salah, komunikasi yang buruk,
kecendrungan untuk mempersepsikan pandangan sendiri sebagai objektif, dan trait
pribadi.
Konflik tidak hanya muncul dari
kepentingan yang bertentangan. Sebaliknya, konflik sering muncul dari
faktor-faktor sosial keluhan atau amarah yang berkepanjangan, keinginan
membalas dendam, persepsi sosial yang tidak tepat, komunikasi yang buruk, dan
faktor-faktor lain yang serupa.
Konflik dapat dikurangi dengan
banyak cara tetapi tawar menawar dan adanya tujuan superordinat. Tawar menawar
(negosiasi) adalah di mana pihak yang berlawanan saling bertukar penawaran,
panwaran balasan dan konsesi, baik secara langsung atau melalui perwakilan.
Sedangkan tujuan superordinat adalah tujuan yang dicari oleh kedua belah pihak
yang mengalami konflik dan tujuan ini mengikat kepentingan mereka bersama-sama
alih-alih memisahkan mereka.
Ketika individu mengalami
konflik dengan anggota dari kelompok budaya atau etnisnya sendiri, ia sering
berfokus pada kepedulian terhadap hubungan. Dalam konflik dengan orang dari
kelompok budaya lain, ia cenderung untuk berfokus pada kepedulian terhadap
hasil akhir.
Individu berharap untuk diperlakukan
secara adil oleh kelompok di mana mereka bergabung. Keadilan dapat diniai dalam
kaitannya ddengan hasil akhir (keadilan distribusi), prosedur (keadilan
prosedural) atau perlakuan baik (keadilan interaksional)
Keadilan distributif mengacu
pada penilaian individual mengenai apakah mereka menerima bagian yang adil dari
hasil akhir yang ada bagian yang proporsional dengan kontribusi mereka pada
kelompok (atau pada hubungan sosial manapun)
Keadilan prosedural adalah
keadilan dari prosedur yang digunakan untuk mendistribusikan hasil akhir yang
ada diantara anggota kelompok.
Keadilan interaksional merupakan
derajat sampai sejauh mana orang yang mendistribusikan hasil menjelaskan atau
mendistribusikan keputusannya serta menunjukkan kepedulian dan sikap baik pada
mereka yang menerima hasil tersebut.
Ketika individu merasa bahwa
mereka telah diperlakukan secara tidak adil, mereka sering mengambil
langkah-langkah untuk memulihkan keadaan. Langkah-langkah ini berkisar mulai
dari tindakan nyata seperti mengurangi kontribusi mereka sampai pada tingkatan
terselubung seperti pencurian atau sabotase oleh pegawai atau perubahan dalam
persepsi mempercayai bahwa orang lain layak menerima perlakuan yang lebih baik.
Pengambil keputusan merupakan
proses yang melibatkan penggabungan dan penyatuan informasi yang ada untuk
memilih satu dari beberapa kemungkinan tindakan.
Skema keputusan sosial merupakan
peraturan yang menghubungkan antara distribusi awal dari pandangan anggota
dengan keputusan final kelompok
Telah dipercaya secara luas
bahwa kelompok membuat keputusan yang lebih baik daripada individu. Namun,
temuan penelitian mengindikasikan bahwa kelompok sering memiliki kecendrungan
pada efek polarisasi kelompok yang menyebabkan kelompok mengambil keputusan
yang lebih ekstrim daripada keputusan individual.
Polarisasi kelompok merupakan
kecendrungan pada anggota kelompok sebagai hasil dari diskusi kelompok untuk
bergerak menuju posisi yang lebih ekstrim daripada mereka pegang pada awalnya.
Kelompok sering mengalami
groupthink yaitu kecendrungan untuk mengasumsikan bahwa mungkin mereka salah
dan bahwa informasi yang berlawanan dengan pandangan kelompok harus ditolak.
Kelompok sering terlibat dalam
pemrosesan informasi secara luas untuk mencapai keputusan yang menjadi
preferensi mereka dari awal, atau untuk mendukung nilai umum seperti keadilan
distributif
Memperbaiki keputusan kelompok
ada dua yaitu devils advocate technique dan perselisihan paham secara alami.
Devils advocate technique adalah
teknik untuk meningkatkan kualitas keputusan kelompok di mana satu anggota
kelompok diberikan tugas untuk mejadi tidak setuju dengan dan mengkritik apa
pun rencana atau keputusan yang sedang dipertimbangkan.
Perselisihan paham secara alami
merupakan suatu teknik untuk memperbaiki kualitas dari keputusan kelompok di
mana satu atau lebih anggota kelompok secara aktif tidak setuju dengan
preferensi awal kelompok tanpa secara sengaja diberikan tugas ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar