JS

Wikipedia

Hasil penelusuran

Selasa, 02 Juli 2013

HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH ORANG TUA DENGAN SELF-EFFICACY PADA SISWA-SISWI SMUN X DI JAKARTA BAB 1

BAB I
PENDAHULUAN

Dalam bab ini akan dijelaskan tentang latar belakang masalah, rumusan dan pokok bahasan, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.

A. Latar Belakang Masalah

Selama masa penting dalam kehidupan seorang anak, sekolah berfungsi sebagai dasar untuk menggali kemampuan diri dan sosial dari kemampuan kognitif. Sekolah adalah tempat dimana anak mengembangkan kemampuan kognitifnya dan memperoleh pengetahuan baru serta kemampuan di dalam memecahkan masalah yang sangat penting untuk berpartisipasi secara efektif di masyarakat. Setelah seorang siswa menguasai kemampuan kognitifnya, secara tidak langsung siswa tersebut mengembangkan tingkat self-efficacynya.
Pada dasarnya, masing-masing siswa memiliki kemampuan dalam melakukan aktivitas akademis atau non akademis. Sesuai dengan pendapat Bandura (1994 : 78) yang menyatakan bahwa keyakinan siswa (self-efficacy) akan kemampuan dirinya didalam menguasai aktivitas akademisnya, sebagai akibat dari penguasaan dari kemampuan kognitifnya tersebut, secara tidak langsung dapat mempengaruhi pemikiran, tingkat ketertarikan pada aktivitas disekolah dan penyelesaian terhadap tugas-tugas sekolahnya.
Individu dalam berperilaku sering dapat diprediksi berdasarkan keyakinan-keyakinan akan kemampuannya. Keyakinan (self-efficacy) tersebut membantu individu menentukan sesuatu yang akan dilakukan dengan pengetahuan dan keterampilan yang dimilikinya. Kekuatan keyakinan individu terhadap efektivitas dirinya mempengaruhi keinginannya untuk mencoba beradaptasi dengan situasi yang dihadapinya. Apabila individu memiliki keyakinan terhadap kemampuan yang dimilikinya, maka individu tersebut dapat menggunakan pengetahuan dan keterampilannya secara efektif untuk mengatasi situasi yang dihadapinya.
            Menurut Agoes Dariyo (2007 : 206) self-efficacy adalah keyakinan seorang individu yang ditandai dengan keyakinan untuk melakukan sesuatu hal dengan baik dan berhasil.Orang yang memiliki self-efficacy akan dapat mempertanggungjawabkan kemampuannya dihadapan orang lain sesuai dengan bakat dan kemampuannya. Dapat dipastikan orang yang memiliki self-efficacy biasanya sebagai individu yang percaya diri, optimis dan dapat mencapai sesuatu dengan baik. Faktor yang berkaitan erat dengan self-efficacy salah satunya seperti orientasi sasaran. Self-efficacy dan achievement siswa meningkat saat mereka menetapkan tujuan yang spesifik, untuk jangka pendek, dan menantang.
Self-efficacy sangat mempengaruhi mekanisme perilaku manusia. Jika individu yakin mempunyai keyakinan untuk menghasilkan sesuatu yang diinginkanya maka individu akan berusaha untuk mencapainya. Akan tetapi jika individu tidak mempunyai keyakinan akan kemampuannya untuk menghasilkan sesuatu maka dia tidak akan berusaha untuk mewujudkanya. Self-efficacy juga mempengaruhi besar usaha dan ketahanan individu dalam menghadapi kesulitan. Individu dengan self-efficacy yang tinggi memandang tugas-tugas sulit sebagai tantangan untuk menghadapinya. Siswa dengan self-efficacy yang tinggi memandang tugas-tugas sulit sebagai tantangan untuk menghadapinya daripada sebagai ancaman untuk dihindari.
Melihat bahwa saat ini pesat nya persaingan dalam dunia pendidikan yang akan berpengaruh ke dunia karir kedepannya, maka self-efficacy yang baik sebisa mungkin ditanamkan pada diri anak sejak dini. Karena dengan tingginya self-efficacy yang dimiliki oleh siswa, siswa akan menetapkan tindakan apa yang akan anak lakukan dalam menghadapi suatu tugas untuk mencapai tujuan yang diiinginkannya. Selain itu Self-efficacy merupakan mediator yang cukup berpengaruh terhadap pemilihan minat siswa entah itu dalam bidang akademik ataupun non akademik. Bila anak merasa mampu melaksanakan tugas-tugas dalam pilihan tertentu maka biasanya siswa akan memilihnya. Siswa  yang memiliki self-efficacy yang tinggi biasanya akan berusaha  keras untuk menghadapi kesulitan dan bertahan dalam mengerjakan suatu tugas. Sedangkan siswa  yang  mempunyai  self efficacy  yang rendah akan terganggu oleh keraguan terhadap kemampuan diri dan mudah menyerah bila menghadapi kesulitan dalam mengerjakan tugas.
Self-efficacy tumbuh dalam keluarga, karena sebagian besar waktu kehidupan anak dilalui bersama orang tua. Orang tua bertangung jawab terutama dalam soal mendidiknya, baik ayah sebagai kepala keluarga maupun ibu sebagai pengurus rumah tangga. Keikutsertaan orang tua dalam mendidik anak merupakan awal keberhasilan orang tua dalam keluarga. Orangtua bertanggung jawab terhadap pemenuhan segala kebutuhan anak. Selain itu orangtua juga berperan sebagai guru pertama dan berperan penting dalam pembentukan sikap, kepercayaan, nilai dan tingkah laku anak. Peran orangtua harus berubah dan beradaptasi dengan perubahan yang terjadi sejalan dengan perkembangan anak.
Orang tua merupakan pendidik utama dan pertama bagi anak-anak mereka, karena dari merekalah anak mula-mula menerima pendidikan. Dengan demikian bentuk pertama dari pendidikan terdapat dalam kehidupan keluarga. Keluarga merupakan lingkungan kehidupan yang dikenal anak untuk pertama kalinya, dan untuk seterusnya anak banyak belajar didalam kehidupan keluarga. Karena itu peranan orang tua dianggap paling besar pengaruhnya terhadap terbentuknya kepribadian pada diri anak. Sikap orang tua tercermin pada pola asuhnya, dimana mempunyai sumbangan yang cukup besar dalam perkembangan kepribadian anak. salah satunya adalah Self-efficacy.
Pada dasarnya, perkembangan diri anak dalam hal ini self-efficacy berawal dari keluarga dan sangat dipengaruhi oleh pola asuh yang diterapkan oleh orang tua yang nantinya berpengaruh untuk kehidupan anak selanjutnya. Dimana terdapat tiga gaya pola asuh orang tua, yaitu gaya pola asuh autoritarian (authoritarian parenting style), gaya pola asuh yang kedua adalah pola asuh permisif (permisive parenting style) dan gaya pola asuh autoritatif (authoritatif parenting style).
Gaya pola asuh autoritarian  (Authoritarian Parenting Style) dimana pola asuh ini merupakan cara yang membatasi dan bersifat menghukum sehingga anak harus mengikuti petunjuk orangtua dan menghormati pekerjaan dan usaha orangtua. Biasanya pola asuh ini memiliki kontrol yang kuat, sedikit komunikasi, membatasi ruang gerak anak, dan berorientasi pada hukuman fisik maupun verbal agar anak patuh dan taat. Jadi anak-anak ini sering sekali tidak bahagia, ketakutan dan cemas dibandingkan dengan anak lain, gagal memulai suatu kegiatan, menarik diri karena tidak puas diri dan memiliki ketrampilan komunikasi yang lemah. Dalam pola asuh ini, tingkat keyakinan diri (self-efficacy) anak tidak dapat berkembang dengan baik karena orang tua tidak meyetujui dan menyukai tindakan anak yang mengkritik, memprotes atau membantah aturan yang telah dibuat oleh orang tua, sehingga anak tidak mempunyai kesempatan mengeluarkan pendapat, gagasan atau inisiatif apapun tentang apa yang diinginkannya. Sehingga berakibat anak akan cenderung tumbuh sebagai pribadi yang pesimis dan mempunyai sikap tidak peduli.
Gaya pola asuh yang kedua adalah pola asuh permisif (permisive parenting style). Pola asuh ini ditandai dengan rendahnya dalam tuntutan kedewasaan, konrol dan komunikasi, cenderung membebaskan anak tanpa batas, tidak mengendalikan anak, lemah dalam keteraturan hidup, dan tidak memberikan hukuman apabila anak melakukan kesalahan, dan tidak memiliki standar bagi perilaku anak, serta hanya memberikan sedikit perhatian dalam membina kemandirian dan kepercayaan diri anak. Dalam pola asuh permisif, keyakinan diri (self-efficacy) anak juga tidak dapat berkembang dengan baik, karena semua kehidupan keluarga seolah-olah sangat ditentukan oleh kemauan dan keinginan anak sehingga orang tua selalu menuruti semua tuntutan anaknya atau dengan kata lain anak sebagai sentral atau pusat dari segala aturan dalam keluarga. Dalam perkembangan self-efficacy dikemudian hari, anak akan mengalami banyak kesulitan didalam beradaptasi dengan dunia luar karena anak akan menjadi pribadi yang selalu bergantung kepada orang lain.
Sedangkan gaya pola asuh yang ketiga adalah gaya pola asuh autoritatif (authoritatif parenting style). Pola asuh yang bergaya autoritatif mendorong anak untuk bebas tetapi tetap memberikan batasan dan mengendalikan tindakan-tindakan mereka. Adanya sikap orang tua yang hangat dan bersifat membesarkan hati anak dan komunikasi antara dua arah yang bebas membuat anak semakin sadar dan bertanggung jawab secara sosial. Hal ini disebabkan karena orang tua dapat merangkul dan mencarikan alasan untuk solusi di masa depan. Sebenarnya pola asuh ini merupakan gabungan dari kedua pola asuh yaitu pola asuh autoritarian dan permisif.
Dalam pola asuh autoritatif ini memandang bahwa kebebasan pribadi untuk memenuhi keinginan dan kebutuhannya baru bisa tercapai dengan sempurna apabila anak mampu mengontrol dan mengendalikan diri serta menyesuaikan diri dengan lingkungan baik keluarga dan masyarakat. Dalam hal ini anak diberi kebebasan namun dituntut untuk mampu mengatur dan mengendalikan diri serta menyesuaikan diri dan keinginannya dengan tuntutan lingkungan. Oleh karena itu sebelum anak mampu mengatur dan mengendalikan dirinya sendiri, maka dalam dirinya perlu ditumbuhkan aturan yang berlaku dilingkungannya.
Pengontrolan dalam hal ini, walaupun dalam bentuk apapun hendaknya selalu ditunjukan  supaya anak memiliki sikap bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri dan terhadap lingkungan masyarakat. Dengan demikian anak itu akan memiliki kekuasaan untuk melakukan pilihan dan keputusan yang bernilai bagi dirinya sendiri dan bagi lingkungannya. Dalam hal ini perlu disadari bahwa kontrol yang ketat harus diimbangi dengan dorongan kuat yang positif agar individu tidak hanya merasa tertekan tetapi juga dihargai sebagai pribadi yang bebas.
Menurut  (Ormrod, 2008 : 94) orang tua yang menggunakan pola asuh autoritatif (authoritative parenting) menghadirkan lingkungan ramah yang penuh kasih dan dukngan, memberikan ekspektasi dan standar tinggi terhadap performa, memberikan penjelasan mengapa suatu perilaku dapat (atau tidak dapat) diterima, menegakkan aturan-aturan keluarga secara konsisten, melibatkan anak dalam penambilan keputusan, dan menyediakan kesempatan-kesempatan anak menikmati kebebasan berperilaku sesuai usianya. Anak dengan pola asuhan otoritatif  termotivasi untuk berprestasi bagus disekolah dan, sebagai hasilnya, seringkali menjadi peraih prestasi tinggi (high-achievers).
Dilihat bahwa anak sebagai generasi bangsa yang akan melanjutkan perjuangan dan cita-cita bangsa, untuk itu anak memerlukan bimbingan, arahan dan didikan dari orang tua sejak dini, sebagai persiapan untuk menghadapi masa yang akan datang. Dimana dalama hal ini tingkat self-efficacy yang dilakukan oleh siswa dalam menyelesaikan tugas-tugas sekolahnya tersebut secara tidak langsung juga dipengaruhi oleh gaya pola asuh yang diterapkan orang tua. Dalam penelitian Baumrind (dalam Agus Dariyo, 2007 : 214) ditemukan bahwa pola pengasuhan (parenting style) yang efektif untuk pengembangan kepribadian diri dalam hal ini menyangkut self-efficacy anak, ditandai dengan komunikasi dua arah antara orang tua dengan anak-anaknya. Oleh karena itu pola pengasuhan demokratis cenderung memberi pengaruh yang lebih baik untuk pengembangan self-efficacy anak bila dibandingkan dengan pola pengasuhan permisif atau otoriter.
Berdasarkan kondisi-kondisi yang terjadi ini maka penulis tertarik untuk meneliti hubungan antara pola asuh orang tua dengan self-efficacy pada siswa-siswi SMUN 62 di Jakarta Timur.

B. Perumusan Masalah dan Pokok Bahasan

1.   Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka masalah yang akan dirumuskan sebagai berikut :
“Apakah ada hubungan antara pola asuh orang tua dengan self-efficacy pada siswa-siswi SMUN 62 di Jakarta Timur”.
2.   Pokok Bahasan
a.   Self-Efficacy adalah penilaian seseorang terhadap dirinya sendiri atau tingkat keyakinan mengenai seberapa besar kemampuannya dalam mengerjakan suatu tugas tertentu untuk mencapai hasil tertentu.
b.      Pola Asuh Orang Tua adalah adalah sikap orang tua dalam berhubungan atau berinteraksi dengan anak-anak dalam kehidupan sehari-hari yang dapat dilihat melalui cara orang tua mengontrol dan mengawasi tuntutan terhadap tingkah laku, cara berkomunikasi serta sikap pemeliharaan orang tua kepada anaknya.

C.  Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya hubungan antara pola asuh orang tua dengan self-efficacy pada siswa-siswi SMUN 62 di Jakarta Timur.

D.  Manfaat Penelitian

Dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat-manfaat yaitu :
1.      Manfaat Teoritis
Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, sumbangan informasi bagi ilmu pengetahuan dalam ruang lingkup psikologi perkembangan dan dapat dimanfaatkan untuk referensi penelitian lebih lanjut terutama yang berkaitan dengan masalah pola asuh orang tua dan self-efficacy.
2.      Manfaat Praktis
Diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi masukan yang berguna bagi penyelenggara kegiatan  belajar mengajar pada guru khususnya SMAN 62 di Jakarta Timur, bagaimana cara untuk dapat meningkatkan self-efficacy pada siswa dan  memberi  masukan  kepada  orang  tua  bagaimana  pola asuh orang tua yang baik untuk diterapkan kepada anak.

E.     Sistematika Penulisan
Sistematika dalam penelitian ini adalah :
Bab I, Pendahuluan, dalam bab ini peneliti akan memberikan penjelasan tentang latar belakang masalah, rumusan masalah dan pokok bahasan, tujuan penelitian dan manfaat penelitian, dan sistematika penelitian.
Bab II, Tinjauan Pustaka, dalam bab ini peneliti membahas sejumlah teori yang berhubungan dengan masalah yang akan diteliti yaitu self-efficacy dan pola asuh orang tua, kerangka berpikir dan hipotesis.
Bab III, Metode Penelitian, dalam bab ini diuraikan identifikasi variabel, definisi operasional variabel, populasi dan sampel metode pengambilan data, metode analisis instrumen dan metode analisis data.
Bab IV, Laporan Penelitian, dalam bab ini terdiri dari orientasi kancah, persiapan penelitian, pelaksanaan penelitian, dan hasil analisis data penelitian.

Bab V, Penutup, akhir bab ini dikemukakan mengenai pembahasan, kesimpulan, dan saran.

2 komentar:

  1. Izin Sedot gan ...
    saya tertarik sekali dengan judul yang agan tulis dalam blog-nya ...
    saya minta izin isi blog agan untuk menjadi bahan dalam penyusunan skripsi saya dan saya lanjutkan dalam penelitian saya di kota makassar gan ...
    kiranya agan memberikan izin ...

    BalasHapus

http://www.google.co.id/imgres?imgurl=http://isroi.files.wordpress.com/2010/01/chicken-egg.gif%3Fw%3D468&imgrefurl=http://www.jualcdsoftware.com/2011/11/cara-pasang-animasi-lucu-pada-blog.html&usg=__pffPdWlC4BLeIxRZKT3efI3QZhc=&h=200&w=250&sz=16&hl=id&start=17&sig2=lK53suQGqNLsKL51AuVHUw&zoom=1&tbnid=dl58wn7gc0YGOM:&tbnh=89&tbnw=111&ei=0QLTUeTEJMa8rAf8pYCQAQ&itbs=1&sa=X&ved=0CEoQrQMwEA